FK, Timor Tengah Utara (TTU) – Konflik terkait klaim lahan kembali mencuat di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Kali ini, sejumlah warga menuding oknum Dinas Kehutanan TTU berusaha memperluas kawasan hutan dengan mengklaim lahan milik masyarakat.

Tuduhan ini memicu keresahan karena selain lahan, hasil tanaman seperti kayu yang ada di lokasi juga disita oleh pihak terkait.

Seorang warga Kecamatan Insana, yang enggan disebutkan namanya, pada Senin (23/12/2024), mengungkapkan bahwa lahan yang diklaim merupakan tanah adat milik masyarakat. Ia menilai tindakan oknum tersebut tidak adil dan mendesak adanya penjelasan batas wilayah yang jelas.

“Lahan ini milik kami dan bukan termasuk kawasan hutan. Pemerintah tidak pernah memberi bibit tanaman di sini. Namun sekarang, mereka datang mengklaim lahan kami sebagai kawasan hutan. Kami meminta Dinas Kehutanan menunjukkan batas-batas yang jelas dan berhenti menakut-nakuti masyarakat kecil,” tegasnya.

Warga juga menyatakan bahwa sejak zaman nenek moyang, lahan tersebut telah digunakan untuk bercocok tanam. Hasil panen berupa kayu, jambu mete, kemiri, kelapa, hingga sonokeling menjadi sumber penghidupan utama masyarakat.

Dalam insiden terbaru, kayu yang telah dipanen dari lahan masyarakat disita oleh UPT KPH Dinas Kehutanan TTU tanpa penjelasan yang memadai. Hal ini menambah kekecewaan masyarakat adat di wilayah seperti Oesao, Bubun, Penmanu, Sublele, Faina, Foe, dan Taleomanu.

“Kami tahu batas kawasan hutan berdasarkan bukti alami seperti sungai dan tumpukan batu. Lahan kami berada di luar kawasan tersebut. Keputusan Dinas Kehutanan tidak berdasar dan merugikan kami,” lanjut seorang tokoh adat setempat.

Warga mendesak Polda NTT untuk memeriksa oknum Dinas Kehutanan terkait dugaan penyalahgunaan wewenang. Mereka juga meminta agar kinerja UPT KPH TTU diaudit secara menyeluruh untuk memastikan tidak ada pelanggaran hukum.

Sementara itu, saat dikonfirmasi, pihak Dinas Kehutanan TTU belum memberikan tanggapan resmi. Kepala Seksi Kehutanan, Rizal, melalui bawahannya menyebutkan bahwa Kepala Dinas Kehutanan tidak berada di tempat, dan mereka membutuhkan waktu untuk memberikan klarifikasi.

Kasus ini menjadi ujian bagi pihak berwenang untuk menyelesaikan konflik agraria secara adil dan transparan. Masyarakat adat bertekad untuk mempertahankan hak atas tanah mereka demi kelangsungan hidup dan warisan nenek moyang.