Penulis : Yurgo Purab

Didukung kondisi lingkungan yang berbentuk kepulauan, gunung api vulkanik aktif, sistem pertanian yang variatif, sistem ritual, budaya hugu pupu-kumpo kao yang mendominasi hajatan kekeluargaan, cenderung melahirkan kekhasan dalam kehidupan orang-orang Lamaholot.

Kondisi lingkungan, pola hidup dan suasana familiar seperti ini merupakan modal penting untuk menumbuhkan dan mengembangkan budaya Lamaholot. Semestinya diakui bahwa budaya lamaholot dengan pelbagai warnanya, sudah mengakar sejak dulu kala ketika nenek moyang datang dan pergi dengan pelbagai kepentingan.

Mikhael Boro Bebe, seorang pemerhati dan penggiat budaya Lamaholot pernah menulis: suku pembentuk etnis Lamaholot terdiri dari kelompok Ile Jadi/Lama Ile (dari gunung) dan suku Lewo alap-Tana alap (suku pribumi). Cikal bakal suku yang datang dari gunung ditemukan dalam mitos ‘Lia Nurat Nura Nama’(Ile Mandiri-Flores Timur) dan ‘Kelake Ado Pehan-Kewae Sode Bolen’ (Ile Boleng-Adonara). Ada pula kelompok suku Tena Mau/Tena Bao yang datang mengarungi laut dengan perahu.

Kelompok ini datang dari Keroko Puken-Lepan Bata, Sina Jawa, Sina Mutin Malaka, Seram Goran-Kei-Maluku dan Portugis. Beberapa kelompok ini kemudian berbaur dengan pendatang lain di wilayah nusantara yang kemudian membentuk peguyuban suku lamaholot (cfr. Mikhael Boro Bebe, Mengenal Lebih Dekat Etnis Lamaholot-Mengukuhkan Keindonesiaan Kita. Penerbit Carol Maumere, 2018).