Generasi milenial nampak tidak takut menerobos nilai-nilai yang dianggap baku yang dijaga oleh para tetua adat dan pemerhati budaya. Ada tersimpan selera untuk melampaui tradisi namun sayangnya, kehendak generasi muda nampak tidak cukup kuat untuk membimbing pemikiran. Ada jurang antara apa yang mau dicari-diperbarui dengan situasi budaya yang membumi. Selera kemoderenan-yang baru dan yang canggih justru mengkhianati kenyataan budaya yang justru menyimpan seribu satu macam kearifan. Inilah dilema budaya di Bumi Lamaholot ketika selera kehidupan generazi zaman now telah dikorup oleh pelbagai kepentingan. Sekian banyak kearifan lokal ditinggalkan tetapi tidak disadari sebab selera generasi muda akan ke-baru-an adalah hal sentral yang mengarahkan hidup dan tingkah laku mereka sehari-hari di tengah keluarga dan masyarakat.
Posisi semacam inilah yang cenderung membuat anak muda, generasi zaman now kehilangan identitas budayanya, yang bukan disadari sebagai suatu penyimpangan tetapi malah dibenarkan.
BUDAYA LAMAHOLOT: GIZI KEHIDUPAN
Dalam bincang-bincang bersama Bapak Dr. Hilmar Farid Ph.D, Direktur Jenderal Kebudayaan KEMENDIKBUDRISTEK pada Hari Jumad, 25 Maret 2022 di Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero, disharingkan pelbagai tampilan budaya yang nampak mulai tercerabut dari akarnya semisal, hilanganya ritual dan tradisi lokal, produk dan tenunan lokal yang kalah bersaing dengan pabrikan, ragam bahasa daerah yang kehilangan penggemar, dan lain sebagainya.
Hal ini tentu membawa konsekuensi negatif yakni kemunduran dalam kehidupan budaya; orang kehilangan identitas azali-terkontaminasi dengan kemajuan zaman yang serba instan dan cepat.