Titi Anggraini pada acara Refleksi Akhir Tahun 2021 bertajuk Dinamika Ketatanegaraan dan Kepemiluan Indonesia secara daring, Kamis (30/12), berpendapat bahwa pembentuk UU dan penyelenggara pemilihan umum dapat saja menyepakati adanya jeda waktu antara pemilu anggota DPRD provinsi/ kabupaten/Kota dengan pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, serta Pemilu Presiden/Wakil Presiden.
Isu Krusial
Sejumlah isu krusial sepanjang tahun 2021 yang dicatat oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), sebagaimana yang disampaikan Titi Anggraini, antara lain model keserentakan Pemilu 2019 akan berulang setelah RUU tentang Pemilihan Umum ditarik dari Daftar Prolegnas RUU Prioritas 2021.
Berikutnya terkait dengan kompleksitas teknis dan beban penyelenggara, hasil evaluasi Pemilu 2019 dan pilkada serentak tidak difasilitasi oleh perubahan UU, amendemen konstitusi dengan spekulasi masa jabatan presiden tiga periode, dan penundaan Pemilu 2024 hingga 2027.
Fenomena calon tunggal yang makin hegemonik. Tercatat 25 daerah yang menggelar Pilkada 2020 diikuti calon tunggal, bahkan semuanya menang. Selanjutnya, relasi penyelenggara pemilu yang problematik dan panas dingin, bahkan terkesan rivalitas “tiga saudara” (KPU, Bawaslu, dan DKPP).
Selain itu, Perludem mencatat pemberhentian jabatan Ketua KPU Arief Budiman, tafsir menyimpang pencalonan mantan terpidana oleh Bawaslu, serta uji materi sifat putusan final dan mengikat Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) ke MK oleh dua anggota KPU, Evi Novida dan Arief Budiman.
Terobosan MK dalam memaknai ambang batas selisih suara sengketa hasil pilkada, perselisihan hasil pemilihan (PHP) yang berlarut-larut, dan dinamika yang melampaui kerangka hukum pemilihan yang ada, seperti PHP Nabire (masalah daftar pemilih tetap/DPT), Boven Digoel (salah tafsir mantan terpidana), dan pemungutan suara ulang (PSU) Pemilihan Bupati/Wakil Bupati Yalimo, Papua.
Menurut Titi yang pernah terpilih sebagai Duta Demokrasi mewakili Indonesia dalam International Institute for Electoral Assistance (International IDEA), ada kecenderungan permasalahan berulang di Papua. Selain itu, terobosan kerangka waktu pada PHP Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur, (kepesertaan warga negara asing pada pilkada).
Hal lain yang sempat mengemuka di tengah publik, yakni kontroversi dan tarik-menarik kepastian tahapan Pemilu 2024, bahkan tersaji polemik antara Pemerintah dan KPU. Berikutnya terkait dengan kebutuhan penjabat kepala daerah dalam jumlah besar memunculkan kontroversi pengisian penjabat dari TNI/Polri aktif.
Isu lainnya, relevansi permanenisasi penyelenggara pemilu di kabupaten/kota di tengah desain keserentakan pemilu dan pilkada pada tahun yang sama. Begitu pula seleksi penyelenggara pemilu yang mendapatkan sorotan terkait dengan transparansi dan akuntabilitas proses. Bantuan keuangan parpol masih menjadi tumpuan reformasi dan demokratisasi internal parpol.
Rekomendasi
Atas isu krusial yang mengemuka sepanjang tahun 2021, Perludem memandang perlu pembentuk UU dan penyelenggara pemilu menyepakati adanya jeda waktu antara pemilu anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota dan Pemilu Anggota DPR, Pemilu Anggota DPD RI, serta Pemilu Presiden/Wakil Presiden. Apalagai Putusan MK No. 16/PUU-XIX/2021 memberi ruang untuk itu.
Rekomendasi lainnya, perlu pula dielaborasi dan dipertimbangkan serius sebagai pilihan untuk mengurai beban dan kompleksitas pemilu.
Perpanjangan masa jabatan penyelenggara pemilu di provinsi dan kabupaten/kota setidaknya sampai dengan akhir tahapan Pilkada 2024. Namun, hal ini memerlukan perubahan UU No. 7/2017. Terkait dengan revisi UU Pemilu dan UU Pilkada ini bisa dilakukan melalui revisi terbatas ataupun penerbitan Perpu Pemilu.
Saran lain dari Perludem ini terkait dengan keserentakan rekrutmen penyelenggara pemilu secara nasional. Selain itu, juga untuk menghindari hambatan penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada 2024, serta mengingat pertimbangan kekinian situasi dan kondisi ekonomi negara saat ini yang harus membiayai penanggulangan pandemi COVID-19.
Rekrutmen penyelenggara pemilu harus keluar dari stigma pragmatis dan banyaknya kelindan kepentingan sektarian. Berikanlah penyelenggara pemilu terbaik untuk Indonesia. Mereka yang independen, imparsial, berintegritas, profesional, dan berorientasi pelayanan. (Antara)
Editor: Herry Soebanto
Publisher: RB. Syafrudin Budiman SIP
Tetap Terhubung Dengan Kami:



CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.