Oleh: Wilhelmus Toka (Mahasiswa Magister Hukum Universitas Hang Tuah Surabaya)

OPINI, faktahukumntt.com – 10 Oktober 2022

Keadilan restoratif menjadi suatu pendekatan terhadap keadilan berdasarkan nilai-nilai responsibility, transparency, trust, harapan pada penyembuhan berfokus pada restorasi terhadap kerugian akibat suatu kejahatan.

Selain berusaha mendorong pelaku untuk bertanggungjawab atas perbuatannya juga memberikan kesempatan bagi para pihak yaitu korban, pelaku dan masyarakat yang terdampak langsung oleh kejahatan dengan mencari dan memperhatikan kebutuhannya setelah terjadinya kejahatan, dan mencari suatu pemecahan berupa penyembuhan, restorasi dan pembaharuan terakhir guna mencegah kerugian selanjutnya. Restorative Justice bertujuan untuk mewujudkan pemulihan kondisi korban kejahatan, pelaku, dan masyarakat berkepentingan melalui proses penyelesaian perkara yang tidak hanya berfokus pada mengadili dan menghukum pelaku.

Teori keadilan restoratif merupakan bagian dari sistem peradilan pidana dan eksistensinya sangat mirip dengan model penyelesaian perkara perdata yang menggunakan jalur mediasi.

Seorang ahli krimonologi berkebangsaan Inggris, Tony F. Marshall dalam tulisannya ”Restorative Justice an Overview” mengatakan: “Restorative Justice is a process whereby all the parties with a stake in a particular offence come together to resolve collectively how to deal with the aftermath of the offence and its implication for the future”. Restorative Justice adalah sebuah proses di mana para pihak yang berkepentingan dalam pelanggaran tertentu bertemu bersama untuk menyelesaikan persoalan secara bersama-sama bagaimana menyelesaikan akibat dari pelanggaran tersebut demi kepentingan masa depan.

Tetap Terhubung Dengan Kami:
Laporkan Ikuti Kami Subscribe

CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.