FK, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi terkait Pasal 118 huruf e Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa). Putusan tersebut disampaikan dalam sidang pleno di Gedung MK pada Jumat, 3 Januari 2025 yang lalu.

Permohonan yang diajukan oleh Muhammad Asri Anas, Ketua Umum Perkumpulan Asosiasi Desa Bersatu, bersama tiga kepala desa lainnya ini dinyatakan tidak dapat diterima karena dianggap kehilangan objek.

Dasar Putusan MK

Hakim Konstitusi Suhartoyo, saat membacakan amar putusan Nomor 107/PUU-XXII/2024, menjelaskan bahwa norma yang diuji telah mengalami perubahan makna sejak Putusan MK sebelumnya, yakni Nomor 92/PUU-XXII/2024. Perubahan tersebut mengakibatkan objek dalam permohonan terbaru tidak lagi relevan.

“Permohonan para Pemohon berkenaan dengan norma a quo haruslah dinyatakan telah kehilangan objek,” ujar Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dalam pertimbangan putusannya.

Namun demikian, MK tetap memberikan perhatian serius terhadap permasalahan faktual yang terjadi di lapangan terkait pengisian jabatan kepala desa. MK mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan persoalan tersebut demi menciptakan kepastian hukum dan menjaga kondusivitas masyarakat desa.

Latar Belakang Permohonan

Permohonan ini diajukan karena Pasal 118 huruf e UU Desa dianggap tidak memberikan kepastian hukum bagi kepala desa yang masa jabatannya berakhir sebelum Februari 2024. Pasal tersebut hanya mengatur perpanjangan masa jabatan kepala desa yang berakhir hingga Februari 2024 selama dua tahun. Pemohon merasa dirugikan karena kepala desa yang masa jabatannya habis pada November 2023, Desember 2023, dan Januari 2024 tidak termasuk dalam ketentuan ini.

Dalam petitumnya, para Pemohon meminta agar norma tersebut dimaknai lebih luas, mencakup kepala desa yang masa jabatannya habis sejak November 2023 hingga Februari 2024.

Tanggapan Para Pemohon

Setelah putusan dibacakan, Ketua Umum Perkumpulan Asosiasi Desa Bersatu, Muhammad Asri Anas, mengungkapkan kekecewaannya. Ia menilai, putusan MK masih menyisakan persoalan hukum di tingkat desa.

“Putusan ini tidak menjawab problem utama yang dihadapi oleh kepala desa. Harus ada solusi nyata dari pemerintah agar pengisian jabatan kepala desa tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat,” ujarnya.

Ia juga mendesak pemerintah dan DPR untuk segera merumuskan regulasi yang lebih jelas terkait masa jabatan kepala desa guna menghindari konflik hukum di masa depan.

Desakan untuk Pemerintah

Majelis Hakim MK dalam putusannya juga menekankan pentingnya pengaturan lebih lanjut oleh pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan ini. Hal tersebut dianggap penting demi menjaga stabilitas pelayanan publik dan pembangunan di desa.

Pakar hukum tata negara, Dr. Feri Amsari, menilai bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab besar untuk menindaklanjuti putusan ini. “Ketika MK memutuskan permohonan tidak dapat diterima, itu bukan berarti masalah selesai. Pemerintah harus segera mengeluarkan aturan teknis agar tidak terjadi kekosongan hukum,” jelas Feri.

Risiko Kekosongan Hukum

Tanpa regulasi yang jelas, risiko kekosongan hukum dapat berdampak buruk pada jalannya pemerintahan desa. Kepala desa yang masa jabatannya berakhir sebelum Februari 2024 mungkin bingung tentang status mereka, sementara masyarakat desa menghadapi ketidakpastian dalam kepemimpinan dan pelayanan publik.

Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Pemerintahan Desa, Aditya Wibisono, kekosongan hukum ini berpotensi menimbulkan konflik. “Ketika masa jabatan kepala desa berakhir tanpa kejelasan hukum, akan sulit menentukan siapa yang berwenang menjalankan tugas pemerintahan di desa,” katanya.

Untuk mencegah kerugian lebih lanjut, pemerintah diharapkan segera mengeluarkan aturan pelaksana yang memperjelas mekanisme pengisian jabatan kepala desa. Selain itu, revisi UU Desa juga dinilai perlu dilakukan agar pengaturan tentang masa jabatan kepala desa lebih komprehensif dan tidak menimbulkan multitafsir.

Sebagai solusi jangka pendek, Kementerian Dalam Negeri dapat mengeluarkan surat edaran atau peraturan menteri untuk memberikan panduan teknis terkait perpanjangan masa jabatan kepala desa hingga regulasi baru diterbitkan.

Putusan MK yang menolak uji materi Pasal 118 huruf e UU Desa mencerminkan tantangan dalam menciptakan kepastian hukum yang adil dan merata.

Pemerintah kini memegang peran penting untuk memastikan bahwa permasalahan pengisian jabatan kepala desa tidak mengganggu stabilitas pelayanan publik di tingkat desa. Dengan langkah yang cepat dan tepat, kepastian hukum dan kesejahteraan masyarakat desa dapat terjamin.