Sedangkan 13 anggota baru mencicil, dan 6 orang lainnya belum mengembalikan sepeser pun. Hingga kini, uang negara yang berhasil dikembalikan baru sekitar Rp500 juta, masih tersisa sekitar Rp300 juta yang belum kembali.
Araksi NTT dengan tegas mendesak Kejaksaan untuk fokus menyelesaikan kasus ini secara hukum, tanpa pandang bulu. Mereka menegaskan bahwa seluruh dana, termasuk pajak negara yang digelapkan, harus dipertanggungjawabkan.
Araksi NTT juga mengapresiasi komitmen Kejari Kupang dalam mengusut tuntas kasus ini dan berharap agar tidak ada intervensi dari pihak manapun.
“Rakyat dirugikan dua kali: kehilangan dana pembangunan, dan dirampok pula pajak mereka yang seharusnya kembali menjadi fasilitas publik,” ujar Alfred Baun, Ketua Araksi NTT dalam pernyataannya.
Skandal ini bukan hanya mencoreng nama DPRD Kabupaten Kupang, tapi juga menjadi bukti nyata bahwa pengawasan terhadap penggunaan anggaran publik di daerah perlu diperketat.
Araksi dan Kejari Kupang bersepakat bahwa semua pihak yang terlibat harus bertanggung jawab penuh di hadapan hukum.