FaktahukumNTT.com, Kupang – Skandal besar tengah mengguncang DPRD Kabupaten Kupang. Hasil penelusuran dari Araksi NTT (Aliansi Rakyat Anti Korupsi Indonesia – Nusa Tenggara Timur) menemukan adanya penyimpangan penggunaan dana negara senilai Rp6,2 miliar, termasuk penyalahgunaan pajak yang semestinya disetorkan ke negara.

Dalam diskusi antara Araksi NTT dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Kupang, terungkap bahwa temuan ini berasal dari audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mencatat adanya banyak pelanggaran administrasi dan keuangan di lingkungan DPRD Kabupaten Kupang. Modus utama yang digunakan adalah mark-up dan fiktifisasi anggaran perjalanan dinas anggota DPRD.

Tak hanya itu, potongan pajak yang seharusnya menjadi hak negara pun turut digelapkan. Uang pajak ini, yang berasal dari berbagai mata anggaran DPRD, tidak pernah disetorkan, melainkan ikut dihabiskan bersama belanja tidak sah lainnya.

Kejari Kabupaten Kupang telah menindaklanjuti kasus ini dengan memeriksa seluruh 40 anggota DPRD Kabupaten Kupang. Dari jumlah tersebut, 21 orang sudah mengembalikan uang yang mereka nikmati secara penuh.

Sedangkan 13 anggota baru mencicil, dan 6 orang lainnya belum mengembalikan sepeser pun. Hingga kini, uang negara yang berhasil dikembalikan baru sekitar Rp500 juta, masih tersisa sekitar Rp300 juta yang belum kembali.

Araksi NTT dengan tegas mendesak Kejaksaan untuk fokus menyelesaikan kasus ini secara hukum, tanpa pandang bulu. Mereka menegaskan bahwa seluruh dana, termasuk pajak negara yang digelapkan, harus dipertanggungjawabkan.

Araksi NTT juga mengapresiasi komitmen Kejari Kupang dalam mengusut tuntas kasus ini dan berharap agar tidak ada intervensi dari pihak manapun.

“Rakyat dirugikan dua kali: kehilangan dana pembangunan, dan dirampok pula pajak mereka yang seharusnya kembali menjadi fasilitas publik,” ujar Alfred Baun, Ketua Araksi NTT dalam pernyataannya.

Skandal ini bukan hanya mencoreng nama DPRD Kabupaten Kupang, tapi juga menjadi bukti nyata bahwa pengawasan terhadap penggunaan anggaran publik di daerah perlu diperketat.

Araksi dan Kejari Kupang bersepakat bahwa semua pihak yang terlibat harus bertanggung jawab penuh di hadapan hukum.

Kasus ini diharapkan menjadi pelajaran penting, bahwa pengelolaan keuangan negara adalah amanah rakyat yang tidak bisa dikorupsi begitu saja.

Penegakan hukum tanpa kompromi menjadi jalan untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga legislatif di daerah.