FK, JAKARTA – Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, pada Kamis (23/1/2025), resmi melaporkan dugaan korupsi terkait penerbitan ratusan Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Hak Guna Bangunan (HGB) di perairan laut Kabupaten Tangerang, Banten, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Laporan ini terkait dengan dugaan penyalahgunaan prosedur dan praktik pemalsuan dalam proses penerbitan sertifikat yang mengarah pada oknum pejabat di tingkat pemerintahan desa, kecamatan, kabupaten, dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Menurut Boyamin, penerbitan sertifikat-sertifikat tersebut diduga cacat secara hukum, tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku, dan bahkan bisa dianggap sebagai pemalsuan dokumen.
Ia mengungkapkan bahwa dugaan korupsi ini melibatkan berbagai pihak, termasuk pejabat desa, kecamatan, kabupaten, dan BPN yang terlibat dalam penerbitan ratusan sertifikat tanah atas lahan laut yang semestinya tidak dapat disertifikasi.
“Proses penerbitan sertifikat tanah ini sudah menyimpang dari prosedur yang seharusnya. Kami menduga ada pemalsuan data yang dilakukan di tingkat administrasi, yang melibatkan oknum-oknum pemerintah dari berbagai tingkatan,” ujar Boyamin.
Ia menegaskan bahwa laporan ini mencakup dugaan pemalsuan catatan girik, letter C/D, dan warkah yang diterbitkan oleh kantor desa, kecamatan, serta BPN.
Dalam laporan tersebut, Boyamin juga mengutip Pasal 9 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) yang menyatakan bahwa setiap orang yang memalsukan buku atau daftar khusus untuk pemeriksaan administrasi dapat dikenakan pidana penjara selama 1 sampai 5 tahun dan denda hingga Rp250 juta.
“Tindak pidana ini jelas melanggar hukum, dan kami berharap KPK segera menindaklanjuti laporan kami,” tegasnya.
Pansus DPR Untuk Mengusut Kasus Pagar Laut Tangerang
Selain laporan ke KPK, munculnya kekhawatiran tentang skandal sertifikat laut Tangerang ini juga mendapat perhatian dari DPR.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP, Deddy Sitorus, mengusulkan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) untuk mengusut lebih lanjut kasus pagar laut yang berada di perairan Kabupaten Tangerang.
Deddy menilai bahwa masalah ini sudah sangat jelas dan terbuka di depan publik, mengingat banyaknya sertifikat yang terbit atas lahan laut yang seharusnya tidak dapat disertifikasi.
“Ini adalah kejahatan yang nyata dan sudah telanjang di depan publik. Kita harus segera membentuk pansus untuk menyelidiki lebih lanjut, karena banyak kementerian yang terlibat dalam masalah ini, mulai dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta kementerian lain yang terkait,” ungkap Deddy dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.
Deddy menambahkan bahwa pembentukan pansus ini penting untuk memastikan bahwa semua pihak yang terlibat dapat dipertanggungjawabkan. Pansus, menurutnya, akan menyelidiki proses administrasi penerbitan sertifikat dan mengungkap apakah ada unsur kesengajaan atau kelalaian yang dilakukan oleh oknum pejabat pemerintah yang berwenang.
Pemerintah Telah Membatalkan Sertifikat
Sementara itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Nusron Wahid, pada beberapa waktu lalu telah membatalkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diterbitkan atas tanah di perairan laut Tangerang.
Berdasarkan temuan lapangan, sertifikat yang diterbitkan atas lahan laut tersebut tidak memenuhi persyaratan hukum, karena area tersebut berada di luar garis pantai dan seharusnya tidak dapat menjadi hak milik pribadi.
Nusron menjelaskan bahwa ratusan sertifikat tersebut diterbitkan pada tahun 2022-2023 dan kini bisa dibatalkan karena tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Ia juga menekankan bahwa pihaknya akan terus memantau dan melakukan evaluasi terhadap seluruh penerbitan sertifikat yang berpotensi bermasalah.
Pentingnya Pengawasan Lebih Ketat
Kasus ini menggambarkan betapa pentingnya pengawasan dan transparansi dalam proses administrasi pertanahan di Indonesia. Tanpa pengawasan yang ketat, tidak hanya akan merugikan negara, tetapi juga dapat mengancam keseimbangan ekosistem dan hak-hak masyarakat yang seharusnya dilindungi oleh hukum.
Pihak berwenang, baik dari KPK, DPR, maupun Kementerian ATR/BPN, diharapkan untuk bekerja sama dalam menyelesaikan masalah ini dan memastikan bahwa praktik penyalahgunaan kekuasaan dalam penerbitan sertifikat tanah tidak dibiarkan merajalela.
Skandal sertifikat tanah laut di Kabupaten Tangerang semakin memanas dengan laporan dugaan korupsi yang telah diserahkan oleh MAKI kepada KPK, serta desakan pembentukan pansus di DPR.
Masalah ini mengungkapkan pentingnya transparansi dalam administrasi pertanahan dan perlunya langkah tegas dalam mengusut tuntas setiap dugaan penyalahgunaan wewenang yang terjadi di berbagai tingkatan pemerintahan.
DPR dan KPK kini memiliki kesempatan untuk membuktikan komitmen mereka dalam memberantas korupsi dengan segera menindaklanjuti kasus ini dan mengungkap siapa saja yang bertanggung jawab dalam praktik ilegal ini.