Oleh: Yoseph Bataona, S.H (Pemred FaktahukumNTT.com/Sekretaris SMSI NTT/Pencetus Pembentukan PERMAHI Cabang Kupang)

FK, Indonesia mengklaim dirinya sebagai negara hukum (rechtsstaat), di mana hukum menjadi panglima dalam setiap aspek kehidupan bernegara. Prinsip ini ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Namun, apakah hukum benar-benar menjadi pilar utama dalam pembangunan yang berkeadilan?

Dalam realitasnya, supremasi hukum di Indonesia masih menghadapi tantangan besar. Penegakan hukum sering kali tebang pilih, korupsi masih merajalela, dan hukum kerap menjadi alat kepentingan politik.

Jika hukum benar-benar menjadi panglima, seharusnya pembangunan berjalan secara adil, transparan, dan merata bagi seluruh rakyat. Lantas, bagaimana kondisi sebenarnya?

Hukum Sebagai Panglima: Idealisme vs. Realitas

1. Konsep Hukum sebagai Panglima dalam Pembangunan

Secara teori, hukum memiliki peran utama dalam menciptakan keadilan dan memastikan pembangunan berjalan sesuai aturan. Hukum seharusnya:

  • Menjamin kepastian dalam regulasi pembangunan.
  • Melindungi hak-hak masyarakat dari eksploitasi dan ketidakadilan.
  • Menjadi alat penegak keadilan tanpa diskriminasi.

Namun, realitas di lapangan sering kali berbeda. Banyak kebijakan pembangunan yang justru melanggar hukum atau mengabaikan prinsip keadilan sosial. Kasus penggusuran paksa, perampasan lahan oleh korporasi besar, hingga proyek-proyek pembangunan yang bermasalah secara hukum menjadi bukti bahwa hukum sering kali tidak berpihak pada rakyat kecil.

Tetap Terhubung Dengan Kami:
Laporkan Ikuti Kami Subscribe

CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.