ARAKSI NTT mengecam sikap bungkam DPRD Kabupaten Kupang terkait temuan BPK senilai Rp6,2 miliar. Diduga, upaya diam ini untuk menutupi skandal keuangan yang kembali terulang setelah kasus Rp2,2 miliar sebelumnya.
FaktahukumNTT.com, Kupang NTT – Aliansi Rakyat Anti Korupsi Provinsi Nusa Tenggara Timur (ARAKSI NTT) menyampaikan kecaman keras terhadap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kupang yang dinilai menutup diri dari media pasca temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp6,2 miliar.
Ketua ARAKSI NTT, Alfred Baun, menyebut sikap DPRD Kupang yang enggan memberikan keterangan kepada media sebagai bentuk penghindaran dari tanggung jawab publik, bahkan mengindikasikan upaya menutup-nutupi skandal keuangan.
“Kalau temuan BPK 6,2 miliar itu tidak dijelaskan ke publik, lalu DPRD malah menghindar dari media, ini jelas-jelas bentuk pelanggaran etika lembaga publik. Mereka sudah keluar dari fungsinya,” ujar Baun dalam pernyataannya kepada awak media.
Skandal Lama Belum Tuntas, Kini Muncul Kasus Baru
Baun mengingatkan bahwa sebelumnya Kejaksaan Negeri Kabupaten Kupang juga tengah menangani dugaan kerugian negara sebesar Rp2,2 miliar yang juga melibatkan DPRD setempat. Dengan munculnya angka baru sebesar Rp6,2 miliar, ARAKSI menilai ini sebagai pola kejahatan sistematis.
“Ini penyakit lama yang belum sembuh, kini muncul lebih parah. Sudah dua kali dalam dua tahun berturut-turut, dan aktornya pun belum berubah. Artinya, tak ada niat untuk memperbaiki,” tegasnya.
Desakan ARAKSI NTT kepada Kejari Kabupaten Kupang
ARAKSI NTT mendesak Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Kupang agar segera menindaklanjuti temuan baru BPK tersebut. Mereka meminta agar penyelidikan tidak hanya menyasar angka, tetapi juga mengusut siapa saja oknum yang terlibat dan motif dibalik pembungkaman informasi ke publik.
“Kami meminta Kajari Kupang untuk proaktif dan responsif terhadap suara rakyat. Jangan tunggu gaduh dulu baru bertindak. Ini sudah terang-benderang,” pungkas Baun.
Media Sebagai Corong Publik, Bukan Musuh
Sikap DPRD Kupang yang dinilai menutup akses kepada media massa juga menuai kekecewaan. Baun menyayangkan bagaimana lembaga yang seharusnya menjadi wakil rakyat justru menghindar dari transparansi dan akuntabilitas.
“Media bukan musuh. Mereka adalah corong bagi rakyat. Menutup diri dari media sama saja menutup diri dari rakyat,” ujarnya.
Publik Diminta Kawal Kasus Ini
ARAKSI juga mengajak masyarakat NTT, khususnya warga Kabupaten Kupang, untuk terus mengawal perkembangan kasus ini.
“Pentingnya partisipasi publik dalam mendorong transparansi dan mencegah pengulangan skandal serupa di masa depan”, tutup Alfred Baun.
Tetap Terhubung Dengan Kami:



CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.