CERPEN, FHC – Malam sudah lewat jauh. Jarum jam di dinding ruang redaksi berhenti pada angka dua belas lewat empat puluh lima. Namun lelaki itu masih duduk di balik meja, ditemani secangkir kopi hitam yang sejak sore belum disentuh. Asbak kaca di depannya sudah ada puntung-puntung rokok yang seolah menyimpan cerita panjang tentang kelelahan, kebingungan, dan ketidakpastian.

Ia menatap puntung-puntung itu lama.
“Lucu,” gumamnya lirih. “Mereka terbakar, habis, tapi justru paling jujur menceritakan isi hati.”

Namanya Raka, jurnalis yang sudah puluhan tahun lebih bergulat dengan tinta, berita, dan kenyataan pahit dunia jurnalis online. Ia menulis setiap hari, mengulas kebenaran, menyuarakan suara rakyat. Tapi ironisnya, hidupnya sendiri tak pernah cukup layak.

Gajinya sebulan tak sampai sejuta rupiah. Belum listrik, belum kebutuhan makanan, minuman, lauk-pauk, sayuran, belum uang sekolah. Kadang ia heran, apa arti idealisme kalau perut keluarga menuntut realisme.

Kadang sekilas terlintas di pikiranku, mestika membuat tulisan memojokkan pejabat publik.? “Ini bukan tipeku”, ujar Raka lirih tapi tegas.

Tetap Terhubung Dengan Kami:
Laporkan Ikuti Kami Subscribe

CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.