Dalam insiden terbaru, kayu yang telah dipanen dari lahan masyarakat disita oleh UPT KPH Dinas Kehutanan TTU tanpa penjelasan yang memadai. Hal ini menambah kekecewaan masyarakat adat di wilayah seperti Oesao, Bubun, Penmanu, Sublele, Faina, Foe, dan Taleomanu.
“Kami tahu batas kawasan hutan berdasarkan bukti alami seperti sungai dan tumpukan batu. Lahan kami berada di luar kawasan tersebut. Keputusan Dinas Kehutanan tidak berdasar dan merugikan kami,” lanjut seorang tokoh adat setempat.
Warga mendesak Polda NTT untuk memeriksa oknum Dinas Kehutanan terkait dugaan penyalahgunaan wewenang. Mereka juga meminta agar kinerja UPT KPH TTU diaudit secara menyeluruh untuk memastikan tidak ada pelanggaran hukum.
Sementara itu, saat dikonfirmasi, pihak Dinas Kehutanan TTU belum memberikan tanggapan resmi. Kepala Seksi Kehutanan, Rizal, melalui bawahannya menyebutkan bahwa Kepala Dinas Kehutanan tidak berada di tempat, dan mereka membutuhkan waktu untuk memberikan klarifikasi.
Kasus ini menjadi ujian bagi pihak berwenang untuk menyelesaikan konflik agraria secara adil dan transparan. Masyarakat adat bertekad untuk mempertahankan hak atas tanah mereka demi kelangsungan hidup dan warisan nenek moyang.
Tetap Terhubung Dengan Kami:



CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.