Tunduk, Sebagai Bukti Cinta dan Hormat Pada Keluarga Manggarai yang Sudah Persembahkan yang Terbaik, Adrianus Garu

FK – Ada yang mensrik dalam safari politik di Manggarai Raya dan sekitarnya. Yakni ketika menginjakkan kakinya di Bandara Frans Sales Lega Ruteng, Senin (3/9/2024). Pukul 13.00 Wita siang itu, tatkala matahari diatas kepala, seorang perwira tinggi TNI, Simon Petrus Kamlasi, bersama Adrianus Garu dan rombongan, menginjakkan kakinya persada Manggarai Raya.

Di bandara sudah menanti ratusan tetua adat, wajah cerah semringah menanti kedua anak mereka tiga. Benar, saat menyapa deretan tetua adat itu, dalam sebuah ritus adat singkat, Jenderal Simon pun sejenak menunduk.

Separuh tubuhnya membungkuk, menghadap tetua adat. Kepalanya disematkan tTopi khas Manggarai atau dikenal dengan Rea Songke. Itulah kekhasan pelindung kepala sebagai simbol tetap berjuang pantang menyerah. Berdiri di samping Simon Petrus Kamlasi, politisi humanis Andre Garu yang setia mendampinginya dalam berbagai safari politik.

Ternyata reaksi membungkuk itu rilex, muncul dari hati seorang Simon Petrus Kamlasi sebagai wujud kecintaan serta penghargaan terhadap masyarakat yang selalu menemuinya. Dan ini dilakukan spontanitas karena sejak kecil Simon sudah diajarkan untuk selalu merendah di hadapan orang lain. Nilai-nilai luhur peninggalan sang ayah, alm Mozes Kamlasi dan ibu Jense Halena yang adalah guru di SoE, membentuk karakternya demikian.

“Saya saudara bersaudara sudah demikian (diajarkan) sejak kecil untuk sopan santun di hadapan orang tua atau masyarakat mana saja. Ini dibiasakan sejak kecil,”ujar Simon Petrus Kamlasi menambahkan, di masa kecil, kedua orang tuanya selalu menanamkan nilai-nilai sopan santun. Setelah tuntas barulah diajari ilmu pengetahuan termasuk Matematika yang sangat disukainya sejak kecil.

“Sedangkan ketika dalam momentum di Manggarai, saya mau berterimakasih kepada seluruh persada Manggarai, yang sudah memberikan yang terbaik dari mereka untuk mendampingi saya. Pak Andre Garu, politisi hebat yang sudah berbuat banyak untuk NTT,”ujar sosok yang kerab disapa SPK ini.

Ternyata ada alasan bagi SPK untuk selalu mau tunduk lebih dekat dengan warga, karena dia tau, mereka sangat mengasihinya. Dan mereka yang sudah, sementara dan terus dia perjuangkan sampai kapanpun.

“Saya bisa memahami kondisi riil masyarakat saat ini. Saya seprang anggota TNI, kami dididik dan dilatih untuk memahami teritori dan seluruh permasalahannya. Saya paham benar persoalan di NTT, dan saya ingin terus tunduk dan mendengar detak jantung dan keinginan mereka. Biarlah mereka yang terus berdiri, saya menopangnya dari bawah,”ungkap mantan Kasrem 161/Wira Sakti dan mantan Staf Ahli KASAD ini.

Apalagi dia tahu, yang dipersiapkan dan dipersembahkan oleh para tokoh adat Manggarai ini adalah yang terbaik.

“Pemberian seperti Tuak Curu, pengalungan selendang adalah prosesi adat yang telah ditinggalkan oleh kita. Inilah nilai luhur para leluhur yang harus terus diwariskan. Apa lagi sebelum melakukannya, para tetua adat Manggarai melakukan tutur adat terlebih dahulu. Itu sesuatu yang sakral,” ucap SPK.

Di tanah Manggarai, sudah ada beberapa buah tangan dari pasangan yang mengusung tagline SIAGA ini. Pengadaan pompa hidram, revitalisasi rumah adat dan juga beberapa program lainnya. Dan kini sementara dinikmati masyarakat.

“Kami baru memberi sedikit dari keberadaan kami. Semoga perjuangan ini diberkati sehingga semakin banyak ruang yang diberi agar kami melayani masyarakat,”pungkasnya. (Tim Media SIGA)