Menurut Vecky, seluruh pembangunan tambak garam di Sabu Raijua menggunakan dana APBD melalui nomenklatur belanja modal, yang seharusnya menghasilkan kapitalisasi aset bagi Pemda. Namun, dalam praktiknya, tambak-tambak tersebut tidak memberikan tambahan aset atau PAD yang jelas.
“Khususnya dalam hal ini, tambak garam yang dikelola oleh PT NRI tidak memberikan kontribusi apapun terhadap APBD Kabupaten Sabu Raijua. Padahal, dana APBD yang digunakan cukup besar, mencapai Rp187 miliar lebih sejak tahun 2014 hingga 2017,” ungkapnya.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dalam laporan hasil pemeriksaannya pada tahun 2019 menemukan lima masalah utama dalam pengelolaan tambak garam milik Pemda Sabu Raijua, termasuk tidak adanya organisasi khusus yang mengelola garam curah dan penjualan garam tanpa dokumen yang sah.
Vecky Adoe mendesak adanya Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Pemda Sabu Raijua dan PT NRI untuk membahas dan menyepakati bentuk MoU yang jelas.
Ia berharap dengan adanya perjanjian kerjasama yang resmi, kontribusi PAD dari usaha tambak garam dapat terealisasi dan memberikan manfaat yang lebih luas bagi masyarakat Sabu Raijua.
Tetap Terhubung Dengan Kami:



CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.