FaktahukumNTT.com, OETETA KUPANG – Tangis di Tanah Warisan, Ketika Hati Lebih Dalam dari Hukum. Di antara hamparan hijau Desa Oeteta yang sunyi dan meneduhkan, tersimpan kisah getir yang tak kasat mata—kisah tentang tanah, air mata, dan keberanian seorang petani tua bernama Soleman Matamtasa.

Sudah hampir empat dekade, Soleman (62) menghidupi keluarganya dari sebidang tanah seluas 2.000 meter persegi di Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang. Di atas tanah itu, ia menanam asa, merawat akar penghidupan, dan menyemai masa depan. Namun kini, tanah itu tak lagi memberinya harapan—melainkan luka yang dalam, seperti sayatan tak bertepi.

“Kami bukan orang asing di sini. Tanah ini kami jaga, kami hidup dari hasilnya. Tapi tiba-tiba, begitu saja, kami diusir dari hidup kami sendiri,” ucap Soleman, matanya memerah menahan tangis, saat ditemui media ini di Oelamasi, Rabu (14/5).

Tanah Warisan Tak Tertulis, Luka yang Terpatri

Kisah ini bermula dari warisan sosial yang diserahkan secara adat oleh almarhum Markus Ponis kepada keponakannya, Damaris Taklal—istri Soleman—dan almarhum Abraham Taklal. Dalam adat masyarakat Nusa Tenggara Timur, tanah bukan sekadar aset, tapi simbol kepercayaan, relasi, dan tanggung jawab antar generasi.

Namun adat kini ditabrak oleh klaim sepihak. Yunus Taklal, putra dari Elisabet Ponis—adik Markus—mengklaim tanah itu miliknya, meski status pernikahan orang tuanya tidak tercatat secara hukum. Tanpa sepengetahuan keluarga Matamtasa, Yunus menjual lahan itu kepada Eklopas Taklal, yang pada Oktober 2024 bahkan dituduh melakukan perusakan paksa terhadap tanaman-tanaman produktif milik Soleman.

“Apa tidak ada hati?” gumam Soleman lirih. Ia tidak sedang bicara tentang sengketa lahan, melainkan luka yang ditorehkan oleh saudara sendiri.

Tetap Terhubung Dengan Kami:
Laporkan Ikuti Kami Subscribe

CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.