“Saya baru menjabat, jadi rencana akan dianggarkan kembali oleh Pemerintah Desa melalui Anggaran Dana Desa (ADD) untuk kelanjutan proyek tersebut di tahun 2024,” ujar Metu.

Warga juga menyayangkan keputusan mantan kepala desa, Rijal Poko, yang tetap melanjutkan proyek tersebut meski sudah mengetahui bahwa sumber air bersih berada di bawah, sedangkan rumah warga berada di atas.

Akibatnya, proyek tersebut tidak bisa dimanfaatkan oleh masyarakat dan menjadi mubazir.

Hingga berita ini dipublikasikan, mantan kepala desa Rijal Poko belum berhasil dikonfirmasi untuk memberikan penjelasan terkait hal ini.

Krisis air bersih ini menyoroti pentingnya perencanaan dan pelaksanaan proyek yang matang, terutama yang berhubungan dengan kebutuhan dasar masyarakat.

Diharapkan, pemerintah setempat dapat segera menyelesaikan masalah ini dan memastikan proyek air bersih yang sudah dibangun dapat memberikan manfaat bagi warga Desa Keaoen.