FaktahukumNTT.com, Surabaya — Keinginan seorang anggota polisi Polres Probolinggo untuk pindah tugas agar lebih dekat dengan keluarga berubah menjadi mimpi buruk. Bukannya mendapatkan surat mutasi resmi, ia justru menjadi korban penipuan yang dilakukan oleh seorang pemuda 22 tahun bernama MS, asal Tangerang.
MS berhasil mengelabui korban dengan menyamar sebagai perwira polisi berpangkat Ajun Komisaris Polisi (AKP). Ia mengenakan seragam lengkap dan mengaku berdinas di berbagai satuan elit seperti Mabes Polri dan Polda Metro Jaya. Tak tanggung-tanggung, korban menyerahkan uang hingga belasan juta rupiah sebagai imbalan agar proses mutasi segera diproses.
“Pelaku menjanjikan mutasi dari Polres Probolinggo ke Polres Lamongan. Tapi setelah uang diserahkan, tidak ada kabar lanjutan. STR (Surat Telegram Rahasia) tak pernah muncul,” jelas Kapolsek Tegalsari, Kompol Rizki Santoso, dalam konferensi pers pada Rabu (21/5/2025).
Kecurigaan mulai muncul ketika janji mutasi tak kunjung terealisasi. Penelusuran lebih lanjut dari pihak kepolisian menguak fakta mengejutkan: MS bukanlah polisi, melainkan warga sipil yang lihai menyamar dan memanipulasi identitas. Seragam yang dikenakan pun dibeli secara daring dari e-commerce.
Tak hanya polisi yang menjadi korban, MS juga menipu warga sipil. Salah satunya adalah ED (28), warga Surabaya, yang dirugikan hingga Rp135 juta dengan dalih penukaran uang pecahan besar melalui jaringan perbankan palsu.
“MS paham betul tentang prosedur mutasi, pangkat, dan struktur organisasi Polri karena dia berteman dengan banyak anggota polisi di tempat tinggalnya. Dia memanfaatkan pengetahuan itu untuk meyakinkan korban,” lanjut Kompol Rizki.
Setelah uang diterima, MS sempat berpindah tempat tinggal untuk menghindari jejak. Ia juga pernah benar-benar menukarkan sejumlah uang sebagai umpan agar korban percaya, sebelum akhirnya menghilang dengan sisa uang yang belum dikembalikan.
Kini, MS telah diamankan dan ditahan di Polsek Tegalsari. Ia dijerat dengan pasal penipuan dan pemalsuan identitas. Polisi juga menyita berbagai atribut dinas palsu yang digunakan pelaku selama menjalankan aksinya.
Kasus ini menjadi pengingat keras bahwa praktik penipuan dengan modus berpura-pura menjadi aparat negara masih marak terjadi. Masyarakat — termasuk anggota institusi sekalipun — diimbau untuk selalu memverifikasi identitas dan prosedur resmi melalui jalur institusional yang sah.