FK, Changsha, Hunan – Sebuah kisah medis yang mencengangkan datang dari Provinsi Hunan, China. Seorang pemuda bernama Xie Wei menjadi pusat perhatian dunia medis setelah menjalani prosedur langka dan nyaris tak masuk akal: menanam tangan yang terputus ke pergelangan kaki untuk menjaga jaringan tetap hidup.
Kejadian bermula saat Xie mengalami kecelakaan kerja serius yang menyebabkan tangan kanannya terputus. Lebih parah lagi, lengan kanannya ikut remuk, sehingga tidak memungkinkan penyambungan langsung tangan yang terputus. Dalam kondisi genting tersebut, tim dokter dari Changsha Hospital membuat keputusan yang luar biasa: melakukan implantasi ektopik sementara, yakni menempelkan tangan ke kaki kiri pasien.
“Karena lengannya dalam kondisi parah dan perlu rekonstruksi terlebih dahulu, satu-satunya cara untuk menjaga tangan tetap hidup adalah menyambungkannya sementara ke bagian tubuh lain yang memiliki aliran darah kuat—dan pilihan kami adalah pergelangan kaki,” ujar salah satu ahli bedah senior.
Prosedur langka ini melibatkan rekayasa pembuluh darah, di mana pembuluh dari kaki digunakan untuk menyuplai darah ke tangan yang terputus. Meskipun tidak tersambung dengan saraf, tangan tetap hangat dan jaringannya hidup. Selama sebulan penuh, Xie menjalani perawatan intensif sambil menunggu lengannya siap menerima kembali tangan tersebut.
Sebulan kemudian, dalam operasi tahap kedua, tim dokter berhasil menyambungkan kembali tangan ke posisi asalnya di lengan kanan. Meski belum dapat menggerakkan jari-jarinya, Xie sudah bisa memutar pergelangan tangannya. Dokter optimis, dalam enam bulan ke depan, fungsi tangannya akan pulih seiring regenerasi saraf yang berlangsung.
Kisah ini menjadi bukti keajaiban dunia medis modern dan dedikasi tinggi para tenaga kesehatan di Changsha Hospital. Prosedur ini mungkin terdengar seperti sesuatu dari film fiksi ilmiah, tetapi nyatanya berhasil menyelamatkan anggota tubuh yang secara teknis sudah terputus.
“Ini bukan hanya soal menyambung kembali tangan,” lanjut sang dokter, “Ini tentang harapan, teknologi, dan keberanian mengambil keputusan ekstrem demi nyawa pasien.”