“Dia mendapat uang atas nama pribadi, bukan sebagai Direktur Jak TV, karena tidak ada kontrak tertulis dengan perusahaan,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar.
Namun, IJTI menilai langkah tersebut tidak cukup transparan. Herik menyatakan bahwa jika tuduhan terhadap Tian terkait isi siaran atau konten pemberitaan, maka semestinya Kejaksaan Agung terlebih dahulu berkoordinasi dengan Dewan Pers. Ini sejalan dengan mandat UU Pers yang menyebutkan bahwa hanya Dewan Pers yang berwenang menyatakan apakah suatu produk merupakan karya jurnalistik atau bukan.
Kekhawatiran Akan Preseden Berbahaya
IJTI menegaskan bahwa proses hukum terhadap insan pers tanpa melibatkan Dewan Pers bisa menciptakan preseden buruk bagi demokrasi. “Hal ini membuka peluang bagi pihak-pihak yang ingin menekan media kritis menggunakan jalur hukum pidana, yang seharusnya tidak berlaku dalam sengketa pemberitaan,” tegas Herik.
Langkah pemidanaan terhadap Tian Bahtiar disebut bukan hanya mencederai kemerdekaan pers, tetapi juga mengancam hak publik untuk mendapatkan informasi yang berimbang.