Panen perdana di Desa Pantulan bukan sekadar panen—ini adalah simbol revolusi sunyi di Kupang. Dalam 100 hari kerja, Bupati Yosef Lede dan Wabup Aurum menunjukkan bahwa perubahan sejati dimulai dari sawah, bukan sorotan kamera.
Penulis: Yoseph Bataona (Sekretaris SMSI NTT)
FaktahukumNTT.com, Opini – Di tengah riuhnya politik nasional, kampanye digital, dan sorotan media yang seringkali berpusat di kota-kota besar, ada sebuah gerak perlahan tapi pasti di sudut timur negeri ini. Kupang, dengan wajahnya yang panas, lahan kering, dan masyarakat tangguh, sedang merintis sesuatu yang jarang kita saksikan: revolusi sunyi.
Rabu, 16 April 2025, bukan hanya tentang panen padi. Itu adalah simbol. Sebuah lambang kerja yang tidak banyak diumbar, tapi terasa hingga ke akar rumput. Yosef Lede dan Aurum O. Titu Eki, Bupati dan Wakil Bupati yang belum genap 100 hari menjabat, tidak mengumumkan keberhasilan mereka lewat baliho raksasa atau postingan viral. Mereka hadir langsung ke sawah, memegang gabah, dan memandang masyarakat dengan mata penuh hormat.
Desa Pantulan, Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur menjadi saksi awal dari cerita besar ini. Panen perdana yang dilakukan bersama rakyat bukanlah tentang seremonial semata. Ini adalah pesan diam bahwa perubahan sedang dimulai, bukan dari ruang rapat, tapi dari lumpur sawah.
Kita sedang menyaksikan sebuah pendekatan baru: kerja nyata yang tidak gaduh, kepemimpinan yang tidak penuh janji bombastis, dan sebuah cita-cita swasembada yang dibangun dari gotong royong petani desa, bukan sekadar proyek elit.
Tetap Terhubung Dengan Kami:



CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.