Panen perdana di Desa Pantulan bukan sekadar panen—ini adalah simbol revolusi sunyi di Kupang. Dalam 100 hari kerja, Bupati Yosef Lede dan Wabup Aurum menunjukkan bahwa perubahan sejati dimulai dari sawah, bukan sorotan kamera.

Penulis: Yoseph Bataona (Sekretaris SMSI NTT)

FaktahukumNTT.com, Opini – Di tengah riuhnya politik nasional, kampanye digital, dan sorotan media yang seringkali berpusat di kota-kota besar, ada sebuah gerak perlahan tapi pasti di sudut timur negeri ini. Kupang, dengan wajahnya yang panas, lahan kering, dan masyarakat tangguh, sedang merintis sesuatu yang jarang kita saksikan: revolusi sunyi.

Rabu, 16 April 2025, bukan hanya tentang panen padi. Itu adalah simbol. Sebuah lambang kerja yang tidak banyak diumbar, tapi terasa hingga ke akar rumput. Yosef Lede dan Aurum O. Titu Eki, Bupati dan Wakil Bupati yang belum genap 100 hari menjabat, tidak mengumumkan keberhasilan mereka lewat baliho raksasa atau postingan viral. Mereka hadir langsung ke sawah, memegang gabah, dan memandang masyarakat dengan mata penuh hormat.

Desa Pantulan, Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur menjadi saksi awal dari cerita besar ini. Panen perdana yang dilakukan bersama rakyat bukanlah tentang seremonial semata. Ini adalah pesan diam bahwa perubahan sedang dimulai, bukan dari ruang rapat, tapi dari lumpur sawah.

Kita sedang menyaksikan sebuah pendekatan baru: kerja nyata yang tidak gaduh, kepemimpinan yang tidak penuh janji bombastis, dan sebuah cita-cita swasembada yang dibangun dari gotong royong petani desa, bukan sekadar proyek elit.

Kupang Menuju 55 Ribu Ton

Kupang butuh 55.000 ton beras setiap tahun. Tahun lalu kita defisit 5.000 ton. Tapi jika dilihat dari wajah-wajah petani yang mulai menanam dan membuka lahan baru, ada keyakinan yang pelan-pelan tumbuh. Ini bukan soal angka, ini soal harga diri. Dan ketika pemerintah hadir, tidak dengan wacana, tapi dengan benih, pompa air, dan kebijakan yang menyentuh dapur rakyat, maka harapan pun mulai bersemi.

Revolusi sunyi ini tidak mencari headline. Ia tidak butuh tepuk tangan. Cukup dengan satu fakta: masyarakat Desa Pantulan kini mengelola 60 hektare sawah basah, dan berencana membuka 50 hektare lagi. Petani tidak lagi takut menanam, karena pasar dijamin dan pangan menjadi prioritas nasional. Bulog siap membeli, dan negara siap mendukung.

Kupang sedang bergerak, Perlahan, Pasti, Tanpa banyak bicara. Tapi dengan panen padi ini, mereka sudah berkata lebih banyak dari sejuta slogan.