Oleh: Fridorianus S. Manuel, S.H

FK, Polemik terkait rencana pembelian mobil dinas DH 1 – DH 2 oleh Bupati dan Wakil Bupati Malaka, Dr. Simon Nahak – Kim Taolin (SN-KT), menuai berbagai tanggapan. Salah satu yang menjadi sorotan adalah pernyataan Penasehat Hukum Kabupaten Malaka, Petrus Kabosu, S.H, yang menyarankan agar SN-KT tidak memaksakan diri untuk membeli kendaraan tersebut.

“Namun, apakah kebijakan ini bertentangan dengan hukum atau justru memiliki dasar yang kuat? Untuk menjawab hal ini, perlu dilakukan klarifikasi hukum dan kebijakan yang berlaku dalam pengadaan serta kepemilikan kendaraan dinas daerah”, ungkap Adv. Fridorianus S. Manuel, S.H.

Berikut klarifikasi hukum dan kebijakan yang berlaku dalam pengadaan serta kepemilikan kendaraan dinas daerah

1. Perspektif Hukum: Apakah Pembelian Mobil Dinas Sesuai Regulasi?

Dalam aturan pengelolaan aset daerah, kendaraan dinas memang memiliki prosedur khusus terkait pengadaan, penggunaan, dan pengalihan statusnya. Beberapa ketentuan utama yang menjadi dasar hukum dalam hal ini meliputi:

  • Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, yang mengatur tata cara pengadaan, pemanfaatan, serta penghapusan aset daerah.
  • Peraturan Pemerintah (PP) No. 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, yang menyatakan bahwa setiap aset daerah harus dikelola dengan prinsip transparansi, efisiensi, dan sesuai dengan kebutuhan pemerintahan.
  • Ketentuan tentang Jual Beli Kendaraan Dinas, di mana kendaraan dinas dapat dialihkan setelah mencapai usia pemakaian tertentu atau tidak lagi layak digunakan untuk kepentingan pemerintahan.

Dari perspektif hukum, selama pembelian mobil dinas dilakukan sesuai dengan mekanisme yang berlaku, termasuk adanya kajian kebutuhan maka kebijakan tersebut tidak dapat dikatakan melanggar regulasi.