Sebelumnya, Justice Collaborator diperoleh dari Konvensi PBB Anti Korupsi atau United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) tahun 2003 dalam pasal 37 ayat 3. Konvensi tersebut juga sudah disahkan dalam UU Nomor 7 Tahun 2006.

Dari hukum di Indonesia, Justice Collaborator juga sudah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, antara lain sebagai berikut:

– Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
– Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 (perubahan atas UU Nomor 13 Tahun 2006) tentang Perlindungan Saksi dan Korban
– Peraturan Bersama Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, Kapolri, dan KPK
– LPSK tentang Perlindungan Bagi Pelapor, Saksi Pelapor, dan Saksi Pelaku yang Bekerja sama
– Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011

Berbeda dengan Whistle Blower

Justice Collaborator memiliki perbedaan dengan Whistle Blower. Meskipun sama-sama membantu proses penyidikan, perbedaan keduanya terdapat pada posisi saksi atau orang yang melapor.

Dilansir dari detikNews, Mantan Hakim Agung Artidjo Alkotsar menyebutkan perbedaan Justice Collaborator dengan Whistle Blower dalam Lokakarya “Sistem Peradilan, Istilah Hukum, Justice Collaborator” di Hotel Novotel Bogor, Jawa Barat, Minggu (17/3/2022).

Tetap Terhubung Dengan Kami:
Laporkan Ikuti Kami Subscribe

CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.