KOTA KUPANG, faktahukumntt.com – 7 Februari 2023

“…Petugas dari UPTD KPH Wilayah Kota Kupang dihadang massa saat hendak melakukan penetapan titik koordinat kawasan di Manulai II atas permohonan ahli waris Benyamin Toepitoe…..” 

Kepala UPTD KPH Wilayah Kota Kupang, Ir. Caesilia Soengkono, didampingi Kasubag Tata Usaha, Fery E Bessy, ST.MT, saat ditemui oleh tim media, di ruangannya menegaskan pihaknya pasti menjawab setiap permohonan dari masyarakat yang berhubungan dengan penetapan titik koordinat kawasan hutan.

“Setiap permohonan dari masyarakat terkait penetapan titik koordinat kawasan, kami tindaklanjuti, karena ini tugas kami”, tegas Caesilia.

Dirinya membenarkan soal permohonan yang diajukan masyarakat untuk memastikan titik koordinat kawasan hutan berhubung mereka akan menebang pohon jati di area tanah mereka yang berbatasan dengan kawasan hutan.

”Jadi ada masyarakat yang ajukan permohonan karena mau tebang pohon jati, maka sudah tugas kami untuk menindaklanjuti dan melaksanakannya, tapi memang secara aturan kami juga tidak akan turun begitu saja ke lokasi, kami harus pastikan dulu soal kepemilikan atas obyek yang diajukan,” tegasnya

Lebih lanjut dirinya menjelaskan selain kelengkapan berkas bukti kepemilikan lahan, pertama-tama para pemohon harus sudah ada koordinasi atau ijin pemerintah setempat, untuk memastikan bahwa semua dijamin berjalan aman.

“Saat itu pemohon sempat menunjukkan bukti pajak dan Landreform asli kepada kami, makanya kami turun ke lokasi. Kami tidak akan turun ke Lokasi jika tidak ada bukti kepemilikan”, tukas Caecilia.

Namun kata Caecilia, saat di lokasi belum sempat melakukan aktifitas pihaknya mendapat penghadangan dari masa, khawatir akan terjadi hal yang tidak diinginkan maka dirinya perintahkan semua untuk mundur dan kembali ke kantor.

”Herannya saat tiba di lokasi kami baru mau mulai, tiba-tiba masa mulai berdatangan. Khawatir akan terjadi hal yang tidak diinginkan maka saya memutuskan untuk tidak meneruskan proses penentuan titik koordinat di lokasi tersebut, dan meminta petugas untuk kembali ke kantor ”, ujarnya.

Terkait pihaknya ke lokasi itu murni menjalankan tugas. Pihaknnya tidak ada kepentingan apapun terkait kedatangan petugas lapangan ke lokasi.

”Kami hanya murni jalankan tugas, tidak ada hal lain, bahkan kalau di medsos sempat beredar ada yang upload macam-macam tentang kami, maka saya pastikan itu tidak benar,” pungkasnya.

Berawal dari adanya informasi bahwa pada hari Rabu 1 Februari 2023, petugas dari kantor kehutanan (KPH) bersama pihak keluarga Toepitoe, telah turun ke lokasi yang ada di kawasan Kelurahan Manulai II, Kecamatan Alak, Kota Kupang, untuk memastikan daerah atau titik mana yang masuk kawasan hutan lindung dan mana yang bukan.

Rupa-rupanya informasi tersebut justru menyulut kemarahan keluarga Buan, Kollo, Babys beserta warga di sekitar lokasi Keberatan atas aktivitas tersebut warga sempat menghadang petugas saat di lokasi.

Selanjutnya pada hari Jumat 3 Februari 2023, pihak keluarga Buan, Babys dan Kollo mendatangi Kantor Kehutanan, UPTD KPH Wilayah Kota Kupang dengan maksud untuk meminta penjelasan dari pihak KPH, terkait kedatangannya bersama keluarga Toepitoe ke lokasi manulai II.

”Kami merasa keberatan karena kok kenapa tanpa adanya koordinasi dengan kami, atau bahkan dengan pihak aparat pemerintah setempat, seperti lurah bahkan RT/RW, ada apa ini, bahkan awalnya kami sempat berpikir jangan sampai ada apa-apa, makanya untuk memastikan itu, kami mendatangi Kantor dan bertemu langsung dengan Ibu Kepala KPH”, Jelas Felipus Babys saat ditemui di kediamannya.

Felipus Babys yang saat itu bersama Agustinus Buan, Jibrael Kollo, Ibrahim Baitanu dan Henderina Toepitoe, baru mengetahui ternyata kehadiran KPH berdasarkan adanya permohonan dari masyarakat yang mau potong pohon jati, namun agar jangan salah maka minta supaya dari KPH tunjukkan titik koordinat mana yang merupakan kawasan hutan dan mana yang bukan.

“Tentunya kami keberatan karena dikhawatirkan akan berdampak pada proses hukum terhadap kami nantinya. Pasalnya kami sudah berproses secara hukum, bahkan Pengadilan sudah keluarkan putusan N O, jelas itu Obyek masih dalam penguasaan kami, jangan sampai kalau proses oleh petugas kehutanan ini dilanjutkan ini akan menguntungkan pihak lain, ” tegas Felipus Babys.

Sementara itu dari pihak Toepitoe, media ini berhasil menemui Ana Maria Toepitoe salah satu ahli waris didampingi adik iparnya, menegaskan tanah ini milik Benyamin Toepitoe.

“Mereka itu siapa? Mereka bukan garis lurus keturunan Benyamin Toepitoe. Papa saya Habel Toepitoe, adalah anak pertama dari Benyamin Toepitoe, karena itu adalah hak kami sebagai ahli waris yang sah dari alm kakek Kami yang turun ke papa kami, “, tegas Ana Maria.

Dirinya menjelaskan sebenarnya tanah ini seluas 54 hektar yang masuk dalam Land Reform, yang merupakan surat keputusan yang keluar tahun 1961. Pada tahun 1958 saat pendaftaran tanah terbentur aturan dimana maksimal luas tanah yang harus didaftarkan perpemilik 30-an hektare sementara luas tanah yang ada 54 hektare.

Karena itu lanjut Ana Maria, tanpa sepengetahuan kakeknya Agustinus Buan oleh Bapak saya (Habel Toepitoe) namanya dimasukan seolah-olah kakeknya Agustinus Buan punya tanah seluas 20-an hektare.

“Justru hal ini memicu pertengkaran antara kakek Benyamin Toepitoe dan Habel Toepitoe (ayah saya). Karena menurut kakek memasukkan nama orang lain akan menimbulkan permasalahan dikemudian hari”, tutur Ana Maria

Ana Maria mengatakan karena kami adalah keturunan garis lurus maka kami berani potong pohon jati milik kami, tapi karena kami tidak ingin salah lokasi makanya kami minta penentuan koordinat dari kehutanan, kami punya semua bukti pajak dan Land Reform yang asli, jadi sebenarnya tidak ada alasan bagi mereka pihak sebelah, untuk bisa menguasai hak kami,” terang Ana.

Ana menambahkan bahwa dirinya juga sempat menantang pihak sebelah, (Agustinus Buan cs) menurutnya dirinya siap berbagi jika memang dari sebelah bisa menunjukkan lokasi mereka. ” kalau memang merasa punya hak atas 27 hektar itu ya sudah kami ikhlas tapi tolong tunjukkan kepada kami, yang mana lokasinya.

“Namun hingga saat ini mereka tidak bisa menunjukkan lokasi nya, lalu kalau mereka mengaku punya Land Reform sebagai alat bukti tolong tunjukkan yang aslinya, jangan hanya foto copy saja,” pungkas Ana Maria Toepitoe.(Tim)

 

Tetap Terhubung Dengan Kami:
Laporkan Ikuti Kami Subscribe

CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.