Apa yang terjadi selanjutnya mudah ditebak. Demikian pertemuan kami terjadilah dan sudah pada kesempatan pertama jumpa, obrolan langsung mengalir lancar tanpa ada basa-basi pembukaan sama sekali – seperti dalam foto yang dibidik dengan sangat bagus oleh “jagoan” kecilnya Jonatan yang sudah pandai mengambil angle foto (sepertinya dia ada bakat, teman). Saking begitu enaknya pizza yang kami santap disela obrolan dan nyaman tanpa distorsinya tempat pertemuan diatas, pertanyaan yang muncul dibenak saya mengenai tempat dan Pizza diatas lupa saya ajukan karena terasa tidak penting lagi.

Tapi obrolan kami tidak membahas sama sekali situasi politik baik di Manggarai Barat dan apalagi di Manggarai. Alasan paling utama mengenai hal diatas adalah karena, kalau boleh memakai konsep Bourdieu (1993) untuk kepentingan ini dalam hubungannya dengan politik Manggarai Barat,

kami berdua sangat menyadari pilihan posisi (prises de position) kami yang berbeda dan hampir-hampir tak terjembatani dalam banyak cara membaca atau mengartikulasikan pikiran kami – dari segi language games yang dengan sadar dan sengaja dipilih dan dipakai – di seputar power play di kabupaten premium itu.

Mungkin yang membuat kami sama saat ini, hanyalah kesamaan tidak lagi menjadikan Politik di Manggarai sebagai area of concren discourse diskusi kami. Selain karena magnitudo aktivitas yang kami kerjakan di Mabar sendiri sangat menyedot stamina dan atensi besar berdasarkan pilihan posisi yang kami ambil, juga bagi saya khususnya seperti yang sering katakan padanya tentang ini: “saya hanya ikut-ikut dan mengikuti saja tanpa ingin sikut-sikut lagi, Emad Jonat. Apa yang sudah sedang berlangsung dalam politik Mabar bagi saya masih belum visibel sepenuhnya, apalagi mau omong politik Manggarai”

Karena itu kami hanya membahas mengenai perkembangan keadaan personal kami masing-masing lainnya dan bertukar informasi mengenai kabar teman-teman seangkatan lainnya yang kebetulan kami masing-masing jumpai secara sendiri-sendiri. Diskursus obrolan biasanya membahas apakah yang teman dulu “jelek” sudah “ganteng” atau sebaliknya, dari segi sosial, ekonomi, politik? Dengan frame sederhana seperti ini, obrolan tentunya lebih sedikit punyaa bobot ilmiah daripada sekedar gosip.

Tetap Terhubung Dengan Kami:
Laporkan Ikuti Kami Subscribe

CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.