“Ketika sekolah jebol, kita kehilangan tempat lahirnya peradaban bangsa,” ujarnya serius.

Ketua SMSI NTT, Benediktus S. S. Jahang, menyambut baik komitmen tersebut. Menurutnya, kekerasan dalam lingkungan sekolah bukan hanya ancaman fisik, tetapi juga mental dan moral.

Ia menyebut kolaborasi media dengan institusi pendidikan sangat penting dalam membangun narasi baru yang lebih sehat dan mendidik di ruang publik.

“Kami tidak hanya datang untuk menyebarkan berita, tapi untuk membentuk kesadaran kritis di kalangan generasi muda agar berani bicara, melawan kekerasan, dan mencintai nilai-nilai luhur kemanusiaan,” tutur Benediktus.

Program “SMSI Goes to School” juga sejalan dengan Gerakan NTT Membaca dan Menulis (GENTA BELIS) yang telah lebih dulu dicanangkan oleh Disdikbud NTT sejak November 2024. Kedua gerakan ini diharapkan saling menguatkan dalam menciptakan ekosistem pendidikan yang aman, literatif, dan humanis.

Dalam waktu dekat, SMSI dan Disdikbud NTT akan merumuskan langkah konkret seperti pemetaan sekolah prioritas, metode kampanye anti-kekerasan, dan pelibatan guru serta siswa dalam deklarasi sekolah sebagai Zona Aman Anak.